Minggu, 27 Desember 2009

Jendral "Kaji" itu seorang Panglima Perang

Jenderal ‘Kaji’ itu Seorang Panglima Perang
“Kita sandarkan perjuangan kita sekarang ini atas dasar kesucian, kitayakin, bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak akan melalaikan hamba-Nya yangmemperjuangkan sesuatu yang adil berasaskan kesucian bathin. Jangancemas, jangan putus asa, meski kita sekalian menghadapi macam-macamkesukaran dan menderita segala kekurangan, karena itu kita insya Allahakan menang, jika perjuangan kita sungguh berdasarkan kesucian,membela kebenaran dan keadilan. Ingatlah pada firman Tuhan dalamAl-Qur’an surat Ali Imran ayat 138 yang berbunyi: “Walaa tahinu walaatahzanuu, Wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, yang artinya“Janganlah kamu merasa rendah, jangan kamu bersusah hati sedang kamusesungguhnya lebih baik jika kamu mukmin.”
Dengan penuh keyakinan sang Jenderal menyiapkan pasukannya. Kutipanayat-ayat suci itu bukanlah pemanis bibir untuk mendongkrakpopularitas. Kalimat agung itu hanya akan mampu dilahirkan oleh orangyang meyakininya. Pesan Rabbaniyah itu mengiringi seruan mobilisasidalam menghadapi kekuatan Belanda, pada agresi kedua.
Dua jam sebelum pendaratan (Belanda, red), Panglima Besar TNI JenderalSoedirman yang masih berumur 30 tahun, membangunkanku. Setelahmenyampaikan informasi yang diterimanya terlebih dahulu, dia mendesak,“Saya minta dengan sangat, agar Bung Karno turut menyingkir. Rencanasaya hendak meninggalkan kota dan masuk hutan. Ikutlah Bung Karnodengan saya.”
Sambil mengenakan pakaianku cepat-cepat aku berkata:
“Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengananak buahmu. Dan tempatmu bukanlah pelarian bagi saya. Saya harustinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpinrakyat kita semua. Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala BungKarno. Jika Bung Karno tetap tinggal di sini, Belanda mungkin menembaksaya. Dalam kedua hal ini saya menghadapi kematian, tapi jangankuatir. Saya tidak takut. Anak-anak kita menguburkan tentara Belandayang mati. Kita perang dengan cara yang beradab, akan tetapi …”
Soedirman mengepalkan tinjunya: “…Kami akan peringatkan kepadaBelanda, kalau Belanda menyakiti Sukarno, bagi mereka tak ada ampunlagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”
Soedirman melangkah ke luar dan dengan cemas melihat udara. Ia masihbelum melihat tanda-tanda, “Apakah ada instruksi terakhir sebelum sayaberangkat?” tanyanya.
“Ya, jangan adakan pertempuran di jalanan dalam kota. Kita tidakmungkin menang. Akan tetapi pindahkanlah tentaramu ke luar kota,Dirman, dan berjuanglah sampai mati. Saya perintahkan kepadamu untukmenyebarkan tentara ke desa-desa. Isilah seluruh lurah dan bukit.Tempatkan anak buahmu di setiap semak belukar. Ini adalah peranggerilya semesta”.
“Sekali pun kita harus kembali pada cara amputasi tanpa obat bius danmempergunakan daun pisang sebagai perban, namun jangan biarkan duniaberkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas seorangdiplomat. Perlihatkan kepada dunia bahwa kita membeli kemerdekaan itudengan mahal, dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam.Dan jangan ke luar dari lurah dan bukit hingga Presidenmumemerintahkannya. Ingatlah, sekali pun para pemimpin tertangkap, orangyang di bawahnya harus menggantikannya, baik ia militer maupun sipil.Dan Indonesia tidak akan menyerah!”
Itulah dialog yang terekam saat detik-detik agresi militer Belandatanggal 19 Desember 1948, Sukarno menuturkan kepada Cindy Adams dalambiografinya.
Perlu diketahui bahwa pada saat memimpin perang gerilya paru-paru sangJenderal hanya berfungsi sebelah atau hanya satu paru-paru yang bisadijadikan tumpuan dalam setiap tarikan nafas sang Jenderal. Dansebenarnya Presiden Sukarno pada waktu itu menyarankan agar JenderalSoedirman menjalani perawatan saja karena penyakit Jenderal Soedirmanpada waktu itu tergolong parah.
“Yang sakit itu Soedirman…panglima besar tidak pernah sakit….” Itujawaban sang Jenderal. Tidak terbayangkan begitu besarnya semangatperjuangan sang Jenderal dalam melawan musuh dan penyakit yangdideritanya.
Dengan berbekal materi seadanya Sang Jenderal memimpin pasukannyaberperang melawan tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda.Dengan ditandu Jenderal Soedirman keluar masuk hutan, naik dan turungunung memimpin pasukan, meracik strategi perang gerilya. Kurang lebihselama tujuh bulan lamanya dengan rute Yogyakarta sampai Malang. Kisahmenarik terjadi pada waktu Jenderal Soedirman memimpin peperangan danterjadi pengkhianatan dari salah satu anggota pasukannya.
Tentara Belanda menggunakan berbagai cara untuk menjebak danmenangkapnya. Jenderal yang ahli strategi ini adalah target operasiyang paling diburu waktu itu. Setelah Belanda mendapatkan informasidari salah satu penghianat di internal pasukan Jendral Soedirman.Belanda kemudian mengepung keberadaan Jenderal Soedirman.
Menyadari kondisinya dalam keadaan terjepit, Sang Jenderal tidakkehilangan akal. Seluruh anak buahnya diperintahkan memakai sarung danpeci, lalu dibuatlah scenario seolah-olah dalam ruangan itu tengahmengadakan pengajian. Taktik ini digunakan untuk mengelabui Belandayang akan menangkap dirinya.
Pada saat salah seorang pimpinan Belanda memasuki ruangan dan bertanyadi manakah keberadaan Sang Jendral, maka informan Belanda yang turuthadir dalam ruangan itu –selama ini tidak diketahui keberadaanpengkhianat ini– turut serta pula mengikuti taktik Sang Jenderal,berdiri dan menunjuk ke arah Jenderal Soedirman (Pada waktu ituberpura pura menjadi seorang kyai yang memimpin pengajian). Namunkomandan Belanda itu tidak mempercayai kalau yang memimpin pengajianitu adalah Jenderal Soedirman sendiri,. Karena dinilai memberikaninformasi palsu, akhirnya si pengkhianat malah ditembak di tempat olehkomandan Belanda tersebut. Kemudian mereka pergi dengan meninggalkanpersembunyian Sang Jenderal dan anak buahnya. Maka selamatlah JenderalSoedirman dan pasukannya.
Sebuah taktik brillian dan pengambilan keputusan yang tepat dari SangJenderal. Strategi perang gerilyanya terbukti efektif dalam memimpinpasukan melawan penjajah. Banyak kerugian yang diderita pasukanpenjajah dalam taktik gerilya ini. Pertempuran dan perlawanan terjadidi berbagai daerah sehingga memaksa Belanda beserta sekutunya kembalike meja perundingan.
Jenderal Soedirman diminta pulang kembali ke Yogya. ia dengan tegasmenolak perundingan. Beberapa kali utusan Pemerintah dikirim ke Sobo,namun tidak berhasil melunakkan pendiriannya. Akhirnya Pemerintahmeminta jasa baik Kolonel Gatot Subroto, Panglima Divisi II. Hubunganpribadi kedua tokoh ini cukup baik. Jenderal Soedirman sangatmenghargainya sebagai saudara tua.
Akhirnya tanggal 10 Juli 1949 Panglima Besar dan pasukannya kembali keYogya. Di sepanjang jalan, rakyat berjejal-jejal menyambutnya. Merekaingin melihat wajah Panglima Besarnya yang lebih suka memilih gerilyadaripada beristirahat di tempat tidur. Kedatangan Panglima Besardisambut dengan parade militer, di Alun-alun Yogyakarta. Penampilannyayang pertama sesudah bergerilya diliputi suasana haru. Para perwiraTNI yang selama bergerilya terkenal gagah berani, tak urung meneteskanair mata setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan fisikPanglima Besarnya yang pucat dan kurus. Rasa haru dan kagum bercampurmenjadi satu.
Selama bergerilya kesehatan Soedirman menurun, beberapa kali ia jatuhpingsan. Setibanya di Yogyakarta, kesehatan Jenderal Soedirmandiperiksa kembali, ternyata paru-paru yang tinggal sebelah sudahterserang penyakit. Karena itu Panglima Besar Soedirman harusberistirahat di rumah sakit Panti Rapih. Semua perundingan yangmemerlukan kehadiran Soedirman dilakukan di rumah sakit. Rasa tidaksenang terhadap diplomasi yang ditempuh Pemerintah dalam menghadapiBelanda, masih membekas di hati Jenderal Soedirman.
Pada tanggal 1 Agustus 1949, ia menulis surat kepada PresidenSoekarno, berisi permohonan untuk meletakkan jabatan sebagai PanglimaBesar dan mengundurkan diri dari dinas ketentaraan. Namun surattersebut tidak jadi disampaikan, karena akan menimbulkan perpecahan.Isi surat tersebut menjadi amat terkenal karena termuat kata-kata:“Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih tetap utuhtidak berubah-rubah adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia(Tentara Nasional Indonesia).”
Sementara itu kesehatan Panglima Besar semakin memburuk, sehingga iaharus beristirahat di Pesanggrahan Militer, Magelang.
Tanggal 6 Juli 1949, Presiden, Wakil Presiden dan pemimpin Indonesialainnya kembali dari pengasingannya di Sumatera. Di Ibukota Yogyakartamendapat sambutan yang meriah dari masyarakat. Kedatangan parapemimpin RI itu disusul oleh rombongan Pemerintah Darurat RI pimpinanMr. Syafrudin. Kembali juga dari medan gerilya, Panglima BesarSoedirman beserta rombongan tanggal 10 Juli 1949 yang didampingi olehKomandan Daerah Militer Yogya, Letnan Kolonel Soeharto.
Saat-saat kembalinya dari medan gerilya. Panglima Besar JenderalSoedirman ternyata tidak begitu senang dengan rencana kembali keIbukota Yogya saat itu, karena di daerah pertempuran di Jawa danSumatera masih banyak bertahan pasukan-pasukan gerilya TNI. Dansementara berunding itu Belanda masih terus menerus mengadakanpenyerangan (istilah mereka “pembersihan”). Soedirman sebagai PanglimaBesar masih merasa berat hati meninggalkan para prajurit di medangerilya. Di samping itu kecurigaan terhadap kejujuran lawan mengenaiperundingan dan gencatan senjata, sesuai dengan pengalaman Soedirmanselama beberapa tahun bertempur berunding dengan Belanda.
Tetapi karena kepatuhannya yang luar biasa kepada Pimpinan Nasionaldan adanya surat yang dikirimkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IXdan sahabat karibnya Kolonel Gatot Subroto yang disertai penjelasanLetnan Kolonel Soeharto, maka Soedirman akhirnya mau turun ke kota,dimana ia langsung melapor kepada Presiden dan Wakil Presiden dalamsuasana pertemuan yang sangat mengharukan.
Setelah itu Soedirman menerima parade penghormatan dariprajurit-prajurit TNI pimpinan Letnan Kolonel Soeharto di Alun-alunLor Yogya. Surat Kolonel Gatot Subroto kepada Pak Dirman sangatsederhana bunyinya namun cukup menggugah perasaan. Pak Gatot yangkenal betul dengan Soedirman beserta semua sifatnya menulis antaralain:
”Tidak asing lagi soya, tentu soya juga mempunyai pendirian begitu.Semua-semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia kitadiharuskan ikhtiar. Begitu juga dengan adikku (Soedirman-peny), karenakesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-sungguh janganmenggalih (memikirkan-peny) apa-apa. Coat alles waaien. lni supayajangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipunbuah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kitamerasa gembira dan mengucapkan terima kasih kepada yang Maha Kuasa.lni kali soya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati “.
Soedirman adalah sosok pejuang kemerdekaan yang mengobarkan semangatjihad, perlawanan terhadap kezhaliman, membekali dirinya denganpemahaman dan pengetahuan agama yang dalam, sebelum terjun dalam duniamiliter untuk seterusnya aktif dalam aksi-aksi perlawanan dalammempertahankan kemerdekaan negeri. Mengawali karir militernya sebagaiseorang da’i muda yang giat berdakwah di era 1936-1942 di daerahCilacap dan Banyumas. Hingga pada masa itu Soedirman adalah muballighmasyhur yang dicintai masyarakat.
Sang Jenderal Yang Mengagumkan!Tanggal 24 Januari 1916 Soedirman dilahirkan. Ayahnya mandor tebu padasebuah pabrik gula di Purwokerto, daerah Karesidenan Banyumas. Sejakbayi, Soedirman diangkat anak oleh Camat Rembang, Raden Tjokrosunaryo.Soedirman sejak kecil ia sudah biasa menghadiri berbagai pengajianyang digelar desanya. Ketika masih kanak-kanak, selepas Maghrib,bersama anak-anak lainnya Soedirman dengan membawa obor pergi ke surauuntuk mengaji. Ketika bersekolah di sebuah lembaga pendidikan milikMuhammadiyah, Perguruan Wiworo Tomo, Soedirman aktif dalam gerakankepanduan Hizbul Wathan. Soedirman bersekolah di lembaga pendidikanyang dianggap liar oleh pemerintahan kolonial Belanda sampai dengantahun 1934.
Di lembaga pendidikan ini, ada tiga orang guru yang sangatmempengaruhi pembentukan karakter seorang Soedirman, yakni RadenSumoyo; Raden Mohammad Kholil, dan Tirtosupono. Yang pertama memilikipandangan nasionalis-sekuler. Yang kedua, Raden Moharnad Kholil,memiliki pandangan nasionalis-Islamis. Sedangkan yang ketiga,merupakan lulusan dari Akademi Militer Breda di Belanda. Kendatiberbeda-beda persepsi, namun ketiga guru Soedirman tersebut sama-samamengambil sikap non koperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda.Dari ketiganya, karakter Soedirman terbentuk: Islamisme, Nasionalisme,dan militansi militer. Bahkan dalam soal agama, Soedirman dianggapagak fanatik. Hal ini menyebabkan ia sering dipanggil dengan namapanggilan “Kaji” ( Si Haji) oleh kawan-kawannya.
Soedirman mengawali karir sebagai guru agama. Dia juga seringberkeliling untuk mengisi ceramah dan pengajian di berbagai tempat,dari Cilacap hingga Banyumas. Walau sibuk, namun Soedirman tetap aktifdi organisasi Pemuda Muhammadiyah, hingga dipercaya menjabat WakilKetua Pemuda Muhammadiyah di Karesidenan Banyumas.
Karir militer diawali saat pemboman Cilacap oleh Jepang pada 4 Maret1942. Ketika PETA dibentuk, Soedirman bergabung ke dalamnya. Diamenjadi Daidanco di daerah Banyumas yang dikenal berani membela anakbuahnya dari kesewenang-wenangan Jepang. Soedirman pun mengumpulkanpasukannya sendiri dan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Jepangtanpa pertumpahan darah. Dari pasukannya, Soedirman membentuk TKR(Tentara Keamanan Rakyat) sebagai cikal bakal TNI sekarang pada 5Oktober 1945. Soedirman memimpin Resimen I/Divisi I TKR yang meliputiKaresidenan Banyumas. Persenjataan pasukannya sangat lengkapdisebabkan ia berhasil merebut gudang senjata Jepang. Oleh Kastaf MBUTKR, Letnan Jenderal Urip Sumoharjo, Soedirman diangkat menjadiKomandan Divisi V Daerah Banyumas.
Tak lama setelah menjabat, Soedirman ditugaskan memukul mundur pasukanpemenang Perang Dunia II, Inggris dan NICA, dari Banyubiru, Ambarawa,dimana terdapat orang Amerika yang ditawan Jepang. Menurutperjanjiannya, Inggris hanya mendaratkan pasukannya di Semarang. NamunInggris ingkar dan menusuk hingga Ambarawa. Terjadilah pertempuranlaskar santri yang dipimpin para kiai dari berbagai pesantren di JawaTengah, Soedirman berhasil memukul mundur pasukan Inggris / NICAhingga Semarang. Hal inilah yang kemudian Soedirman diangkat menjadiPanglima TKR.
Sebagai seorang Ustadz yang terpanggil untuk berjuang membebaskan danmempertahankan kemerdekaan negerinya, jenderal Soedirman meyakini jikaperjuangan ini merupakan jihad fi sabilillah, melawan kaum kafir.Sebab itu, dalam situasi yang paling genting sekalipun, Soedirmantetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Selain ibadahwajib, seperti sholat lima waktu, Soedirman juga sering menunaikanQiyamul-lail dan puasa sunnah.Jenderal Soedirman selalu menjaga ibadah-ibadahnya. Bahkan dalamkeadaan yang sangat berbahaya bagi jiwanya. Dalam gerilya di selatanYogya dalam perang kemerdekaan, Soedirman yang dalam kondisi sakitselalu menjaga sholatnya juga sholat malamnya. Bahkan tak jarang diajuga berpuasa Senin-Kamis. Di setiap kampung yang disinggahinya, diaselalu mendirikan pengajian dan memberikan ceramah keagamaan kepadapasukannya.
Kabar keshalihan Soedirman ini sampai ke seluruh penjuru Nusantara.Sebab itu, para pejuang Aceh yang juga meyakini jika perangkemerdekaan merupakan jihad Fisabilillah, begitu mendengar panglimanyayang shalih ini sakit, mereka segera mengirim bantuan berupa 40 botolobat suntik streptomisin guna mengobati penyakit paru-paru beliau.
Penyakit TBC yang diderita, tidak menyurutkan langkah perjuangannya.Sampai akhir usianya, 38 tahun, Panglima Besar Jenderal Soedirman yangdicintai rakyat menghadap Sang Khalik tanggal 29 Januari 1950, tepathari Ahad. Bangsa ini mencatat satu lagi pejuang umat, yang lahir dariumat dan selalu berjalan seiring untuk kepentingan umat.
Sebuah perjuangan yang penuh dengan kateladanan, baik untuk menjadipelajaran dan contoh bagi kita semua, anak bangsa. Perjalanan panjangseorang da’i pejuang yang tidak lagi memikirkan tentang dirinyamelainkan berbuat dan berkata hanya untuk rakyat serta bangsatercinta. Dirgahayu Negeriku! [Aidil Heryana, S.Sosi]

***************
Saya sangat terharu membaca cerita ini, dengan keterbatasan phisiknya beliau keluar masuk hutan memimpin gerilya, dalam keadaan dan medan yang berat beliau tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu sholat lima waktu bahkan ibadah puasa sunnah dan qiyammul lail konsisten dilakukan....benar-benar mujahid sejati...
Ust. Abdul Manan dari hidayatullah pernah menyampaikan bahwa untuk menjadi dai/mujahid yang teguh dan istiqomah salah satu syaratnya adalah rutin melaksanakan Qiyamul Lail...dalam keadaan apapun..
Saya teringat kembali pada tokoh tokoh mujahin yang ada di Palestina: Abdulla Azzam dan di Afganistan : Mullah Omar Muhammad Pemimpin Taliban...dengan keterbatasan pisiknya mereka terus melawan kaum kafir dan sangat di hormati oleh pengikut/prajurit/santrinya..

Subhanallah!!!!

Kalau melihat mereka ...terasa diri ini tidak apa-apanya..jauh sekali dari gambaran seorang muslim yang baik...
Jangankan berjuang...sholat shubuh berjamaah di mesjid saja kadang tidak istiqomah..hari ini di mesjid..besoknya terlambat..astagfirullahaladzim...Ya..Allah hindarkan diriku ini dari sifat malas...
Qiyamullail dilakukan terakhir dua bulan yang lalu itupun dilakukan setelah hampir setahun lebih tidak qiyamullail...Ya Allah jauhkan aku dari godaan syetan yang terkutuk..kuatkan diriku untuk bisa melaksanakan semua perintahMu...
Puasa sunnah? kadang dikerjakan ..kadang tidak...yang parah rasa malas saja atau niat yang kurang saja yang menjadi alasan...hhhhhh...

Rabu, 23 Desember 2009

Virus Jahiliyah...

Seperti biasa setiap hari rabu , dua minggu sekali di mesjid Al Isra , mesjid tempat saya bekerja mengadakan kajian " Sirah Nabawiyah" yang disampaikan oleh UStad Asep Sobary. Kajian yang sangat saya suka karena kebetulan di Masjid tempat tinggal saya di bandung ada kajian yang mirip, yang ini namanya kajian Fikih Sirah Nabi yang membawakan adalah ustad Yusuf Burhanudin Lc.

Rabu itu ada beberapa statement penting dari Pak Ustadz yang saya pikir sangat bagus. Diantaranya: " Orang Arab menilai kemuliaan itu dari seberapa banyak harta yang dimiliki, seberapa luas kekuasaan yang dimiliki, seberapa banyak anak laki-laki yang dimiliki dan ini terjadi pada masa Jahiliyah. Setelah islam datang maka mentalitas tersebut dirubah kemuliaan tidak dilihat dari banyaknya harta dan besarnya kekuasaan tetapi dari ketaqwaan seseorang."

Mmm..melihat begitu banyaknya orang yang pamer kemewahan, memisahkan antara agama dan aspek kehidupan yang lain...rasanya ini menjadi kembali ke era jahiliyah dulu...

Astagfirullah...jangan-jangan virus jahiliyah bisa menular ke diri saya juga..
Ya Allah..lindungi hamba-Mu ini dari virus2 jahiliyah..jadikan hamba-Mu beserta keluarga ..insan-insan yang bertakwa...menjalankan perintah-Mu dan Menjauhi larangan-Mu..

Minggu, 20 Desember 2009

Tawaf Kehidupan

Oleh : Ustadz Yusuf Burhanuddin Lc

Suatu hari seorang suami asyik duduk bercengkrama bersama istri tercintanya sambil memakan daging ayam panggang. Tiba – tiba, pintu rumahnya diketuk seorang pengemis. Merasa terganggu, sang suami lalu menghardik dan mengusirnya. Hari – hari terus berlalu hingga pada akhirnya si suami jatuh miskin dan terpaksa menceraikan istrinya karena tidak mampu lagi memberinya nafkah.

Si istri kemudian dinikahi lelaki lain. Saat keduanya asyik berbincang – bincang sambil melahap daging ayam panggang. Tiba – tiba ada seorang pengemis yang mengetuk pintu rumahnya. Si suamipun kemudian menyuruh istrinya untuk memberikan daging ayam panggang itu kepadanya.

Tatkala istrinya keluar untuk menemui si pengemi, ia kaget bukan kepalang. Ternyata si pengemis itu tiada lain suaminya yang pertama. Setelah memberikan daging ayam panggang itu, sang istrilalu bergegas masuk sambil menangis tersedu -sedu. Suaminya lantas bertanya apa yang menyebabkan istrinya menangis. Si istri menjelaskan kalau si pengemis itu ternyata mantan suaminya yang pertama.

Kemudian si istri pun menceritakan perihal suaminya yang dulu pernah menghardik dan mengusir seorang pengemis. Suaminya itu lalu berujar,”Kenapa engkau kaget, demi Allah, sesungguhnya si pengemis pertama itu tiada lain aku sendiri!”

Banyak pesan yang bisa diambil dari cerita ini. Roda kehidupan senantiasa berputar. Orang miskin tiba – tiba kaya, konglomerat mendadak melarat, dan tukang becak siapa sangka akhirnya menjadi seorang gubernur. Dalam perputaran itu masing – masing orang akan menemui akibatnya sendiri sendiri sesuai dengan usahanya sendiri.

Perputaran tawaf dalam manasik haji memesankan, tak penting arah, posisi, dan kedudukan seseorang selama dirinya tetap istiqamah dalam mengitari poros agama yang telah digariskanTuhan. Perbedaan agama, status social, ras, dan suku semestinya tidak menghalangi kita untuk tetap mengulurkan silahturahmi kemanusiaan.

Tawaf haji adalah miniatur betapa kita harus selalu bertawaf saat mengarungi proses kehidupan ini. Kaya dan miskin adalah sama – sama mulia tatkala setiap kita tetap memegang teguh ajaran agama dan bukan malah saling memaki dan menghina.

Hakikat Cinta Dan Benci

Oleh : Ustadz Yusuf Burhanudin, Lc
Cinta (al-mahabbah) dan benci (al-karâhah), merupakan fitrah emosional yang dianugerahkan Allah SWT pada seluruh manusia. Bagi seorang Muslim, cinta dan benci itu harus berdasarkan proporsionalisasi syarî’at. Karena, bisa jadi, apa yang kita cintai itu justru sesuatu yang buruk, dan sebaliknya membenci sesuatu yang sebetulnya baik buat kita (Qs.2:216). Jika tidak demikian, betapa banyak orang yang akan menjadi korban akibat tidak tahu menempatkan arti cinta dan benci ini.

Dalam Islam, cinta seseorang haruslah berlandaskan kepengikutan (ittiba’) dan ketaatan. Sebagaimana firman-Nya, "Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu" (Qs.3:31-32).

Salah satu cinta yang diajarkan Rasulullah SAW. diantaranya adalah, mencintai dan mengasihi sesama. Kecintaan ini, sebagaimana pernah dicontohkan beliau, tak pernah dibedakan antara Muslim dan non-Muslim. Bahkan, tidak dibenarkan jika kita tidak berbuat adil kepada suatu kaum misalnya, hanya karena benci kepada mereka (Qs.5:8).

Ajaran cinta Islami yang mesti disemaikan bukanlah sebatas sesama Muslim. Tetapi justru sesama manusia dan sesama makhluk. Rasulullah SAW. bersabda, "Hakikat seorang Muslim adalah, mencintai Allah dan Rasul-nya, sesamanya, serta tetangganya, melebihi atau sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri" (HR. Imâm Bukhârî).

Kecintaan yang terekspresikan akan menjadi amal saleh buat pelakunya. Maka dari itu, kecintaan maupun kebaikan, meskipun baru tersirat dalam hati dan belum terlaksana, tetap akan mendapat pahala di sisi Allah. Sebaliknya, kebencian yang tersimpan dalam lubuk hati di samping sebuah kewajaran, juga tidak dicatat sebagai keburukan, hingga niatnya itu betul-betul dilakukan (al-Hadits).

Ekspresi sebuah kebencian tak lain sikap hasud yang dilarang Islam. Hasad adalah iri dan bersikap dengki terhadap orang atau kelompok lain, bahkan sebisa mungkin, berupaya menjatuhkan dan menghilangkan semua kepemilikan seseorang yang dianggap lawannya itu. Dari sini hasud berubah wujud menjadi hasutan, bagaimana merekayasa isu dan gosip tanpa fakta untuk turut meyakinkan orang lain, agar sama-sama membenci bahkan menganiaya orang atau kelompok tertentu.

Benci yang hasud seperti di atas dilarang Rasulullah SAW, sabdanya, "Jauhilah oleh kalian sikap hasud, karena hasud itu niscaya akan memakan amal kebaikanmu layaknya api menghanguskan kayu bakar" (HR. Abû Dâwûd).

Wajah seorang muhâsid (pelaku hasud) tak lain seorang provokator yang senang mengadu-domba antarsesama, menabur fitnah, serta wujud dari kerja sama dalam menebar dosa (al-itsm) dan permusuhan (al-‘udwân). Mereka diancam Nabi SAW. tidak akan masuk surga, karena mencoba memutuskan pertalian kasih dan sayang antarsesama manusia (HR. Bukhârî-Muslim).

Dalam konteks Islam, shilat-u ar-rahmi (shilah, menghubungkan; dan rahmi, berasal dari rahim yang sama) merupakan keharusan menyemaikan perdamaian dan keharmonisan hidup antarinsan. Inilah inti rahmat-an lil-‘âlamîn; mencintai dan membenci karena Allah akan mendatangkan rahmat, sebaliknya, jika sesuai seleranya sendiri, terancam kepedihan azab-Nya. Dalam arti, tidak turunnya rahmat dan bertaburnya benih-benih perpecahan dan perselisihan (Bulûghu ‘l-Marâm, 2000; 496).*

Agar kecintaan tumbuh dan bersemai dalam diri setiap insan, Rasulullah mengajarkan, "Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam (kedamaian), berilah makan orang yang membutuhkan, sambungkanlah tali persaudaraan, dan shalatlah Tahajjud pada sepertiga malam (introspeksi), niscaya kamu akan masuk surga dengan damai" (HR. Imâm Tirmidzî).

Demikian sebaik-baik kecintaan dalam Islam. Kedamaian ditebarkan untuk dan kepada siapa pun. Seorang muslim sejati ialah apabila, orang lain selamat dari ulah lisan, tangan, maupun kewenangannya (Fath-u al-Bârî I; 76-86). Wallâhu a’lam.

Keagungan Sedekah

Oleh : Ustadz Yusuf Burhanuddin, Lc

SERING kita beranggapan sedekah hanya berguna bagi penerimanya. Jarang disadari jika sedekah banyak membawa manfaat dan faedah bagi pelaku sedekah sendiri secara rohaniah maupun jasmaniah. Secara rohaniah, sedekah menjadi sarana penyucian dosa, kikir, dan mengangkat derajat menjadi mukmin dan mukhlis. Allah SWT berfirman, “Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan sedekah (zakat) itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka,” (Q.S. At Taubah [9]: 103).
Selain sedekah bermanfaat membantu orang lain yang berkekurangan, juga bisa meredam murka Allah dan sarana mencapai khusnul khatimah (akhir hidup terpuji). Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya sedekah bisa meredam murka Allah dan dapat menghindarkan seseorang dari kematian su’ul khatimah,” (H.R. Tirmidzi). Ada janji besar bagi orang yang suka meringankan beban kesulitan orang lain. Sabda Nabi saw., “Barangsiapa memberi napas (meringankan) seorang mukmin dari kesulitan impitan dunia, Allah akan memberi napas (yang sama) kepadanya kelak dari kesulitan impitan hari kiamat,” (H.R. Muslim).
Adapun manfaat jasmaniah; Pertama, sedekah bisa mengobati penyakit. Rasulullah saw. bersabda, “Obatilah orang sakit di antara kalian dengan sedekah,” (Shahih Al-Jami’). Kedua, harta tidak berkurang, malah bertambah (Q.S. Al Baqarah [2]: 276). Sedekah tak lain investasi abadi dan tabungan hakiki di akhirat. Hakikat sedekah adalah pinjaman pada Allah SWT yang dijamin terbalas. Firman-Nya, “Siapa memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (di jalan Allah), Allah akan melipatgandakan pembayarannya dengan kelipatan banyak,” (Q.S. Al Baqarah [2]: 245).
Ketiga, tidak mudah stres. Stres biasanya muncul karena persoalan duniawi. Stres tidak menimpa orang dermawan karena dirinya tidak memiliki sifat serakah. Ketika memiliki kelebihan, ia selalu berbagi dengan yang lain. Keempat, dimudahkan dalam segala urusan karena didoakan penerima dan malaikat (H.R. Muttafaq Alaih). Kelima, memperkukuh cinta, kasih sayang, solidaritas sosial, dan persaudaraan. Sabda Rasul, “Saling maafkan kalian niscaya hilang kedengkian, saling memberi hadiah dan berkasihsayanglah niscaya hilang permusuhan,” (H.R. Imam Malik).
Perilaku dermawan bukti keimanan (H.R. Muslim). Sedekah yang berasal dari kata ash-shidqu -makna iman-yaitu upaya membenarkan iman dengan amal perbuatan. Maka pantas jika orang yang tidak peduli pada anak yatim dan fakir miskin disebut sebagai mendustakan agama (yukadzibu bid-din) (Q.S. Al Ma’un [107]: 1-3) karena keimanannya tidak dibenarkan perilakunya sendiri.
Mula-mula menjadi mukmin, kemudian Muslim (taat ibadah), dan buahnya muhsin (suka berbuat baik pada sesama). Muhsin, derajat keimanan tertinggi di mana seseorang seolah melihat Allah, dan jika tidak melihat-Nya pun Dia senantiasa mengawasi dirinya dalam setiap waktu dan kesempatan. Contohnya, bersedekah sembunyi-sembunyi sampai tangan kiri tidak tahu apa yang diberikan tangan kanan. Tidak heran, pelakunya digolongkan salah satu kelompok yang kelak dilindungi Allah di saat tidak ada lindungan lain selain lindungan-Nya (H.R. Muttafaq Alaih).
Secara sosial, sedekah memupuk solidaritas dengan semangat pemberdayaan mengangkat harkat dan martabat kaum lemah, fakir, miskin, yatim (dalam pengertian nasab dan sosial bagi mereka yang tidak punya pekerjaan). Banyaknya kalangan ekonomi tertinggal yang terbantu, di samping kian mempercepat pemerataan kesejahteraan juga terbukti mampu menekan angka kriminalitas secara signifikan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, sedekah merujuk pentingnya ukhuwah islamiah, di mana setiap individu sadar akan prinsip ta’awuniyyah atau tolong-menolong antarsesama. Yang kuat membantu yang lemah, orang kaya mengangkat orang miskin, penguasa melindungi rakyat, atasan menyayangi bawahan, demikian sebaliknya.
Harmoni kehidupan bermasyarakat akan kukuh jika setiap orang memiliki kesadaran membantu orang lain (dan bukan semangat ingin mendapatkan “apa-apa” dari orang lain). Ingatlah, tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah, (H.R. Muttafaq Alaih). Apalagi kekayaan yang harus disedekahkan adalah sisa kebutuhan yang sesuai kadar kemampuan (al-’afwu) (Q.S. Al Baqarah [2]: 219). Namun, bukan berarti sedekah cukup dengan sumbangan uang recehan (sedemikian pelitkah kita membeli kenikmatan surga untuk kita sendiri dengan sejumlah uang recehan?), namun jumlah yang layak diberikan.
Sedekah tidak terbatas bantuan materiil tetapi juga bersifat moril berupa atensi, simpati, tenaga, dan waktu. Yahya bin Muadz mengarahkan, “Jika tidak mampu memberi, jangan menyusahkan. Jika tidak mampu menghibur, jangan membuat orang lain sedih. Jika tidak mampu memuji, jangan menghina orang lain.”
Suatu kali datang pengemis wanita kepada Rasulullah saw. meminta bantuan. Setelah mendengar keluhannya penuh saksama, beliau membantu pengemis itu mencarikan makanan di sepanjang jalan Madinah dan tangannya diapit pengemis tersebut! Akibatnya beliau terlambat salat berjemaah karena membantu pengemis itu. Subhanallah, betapa agung pekerti luhur Nabi saw. Setiap orang yang datang mengeluh kepada Nabi, bukan keluhannya saja yang didengarkan tetapi juga segera bergerak membantu sekemampuan.
Gamal Mazhi, penulis Fiqhul Harakah fil Mujtama, mencatat empat hikmah yang bisa diteladani dari contoh di atas. Pertama, menenteramkan orang yang ditimpa masalah. Kedua, memerhatikan gejolak jiwa orang yang meminta pertolongan, bukan malah membanding dengan kesulitan yang tengah kita hadapi. Ketiga, memelihara rahasia yang meminta tolong terutama kehormatan dirinya. Keempat, mencarikan jalan keluar baginya.
Tujuan sedekah guna mendekatkan diri kepada Allah, bukan demi gengsi, pujian, dan popularitas (riya’). Alquran memperingatkan, sedekah karena riya’ dengan menyebut-nyebutnya atau memberi namun menyakiti penerimanya (apalagi tidak memberi dan malah menyakiti, dosanya dua kali lipat), pahalanya ibarat debu di atas batu licin yang ditimpa hujan lebat (Q.S. Al Baqarah [2]: 264). Tidak berbekas apa-apa selain pujian itu sendiri. Nau’udzu billahi min dzalik

Jangan menyerah (D'Masiv)

Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi

Reff 1:
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik

Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Back to: Reff 1

Reff 2:
Tuhan pasti kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal putus asa

Bridge:
Jangan menyerah (6x)

Back to: Reff 1 & Reff 2

Coda:
Dan tak kenal putus asa (2x)

Rabu, 09 Desember 2009

Tingkatan Shalat

Menurut Ibnul Qayyim ada Lima tingkatan manusia dalam shalat:

Pertama: Tingkatan orang yang mendzalimi dan sia-sia. Orang yang selalu kurang dalam hal wudhu’nya, waktu-waktu shalatnya, batasan-batasannya, dan rukun-rukunnya.

Kedua: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Akan tetapi ia tidak bermujahadah terhadap bisikan-bisikan di saat shalat akhirnya ia larut dalam bisikan itu.

Ketiga: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Ia juga bermujahadah melawan bisikan-bisikan dalam shalatnya agar tidak kecolongan dengan shalatnya. Maka ia senantiasa dalam shalat dan dalam jihad.

Keempat: Orang yang ketika melaksanakan shalat ia tunaikan hak-haknya, rukun-rukunnya, dan batasan-batasannya. Haitnya tenggelam dalam upaya memelihara batasan-batasannya dan rukun-rukunnya agar tidak ada yang menyia-nyiakannya sedikitpun. Seluruh perhatiannya terpusat kepada upaya memenuhi sebagaimana mestinya, secara sempurna dan utuh. Hatinya benar-benar larut dalam urusan shalat dan penyembahann kepada Tuhannya.

Kelima: Orang yang menunaikan shalat seperti di atas (keempat) di samping itu ia telah meletakkan hatinya di haribaan Tuhannya. Dengan hatinya ia melihat Tuhannya, merasa diawasi-Nya, penuh dengan cinta dan mengagungkan-Nya. Seoalah-olah ia melihat da menyaksikan-Nya secara kasat mata. Seluruh bisikan itu menjadi kecil dan tidak berarti da ada hijad yang begitu tinggi antaranya dengan Tuhannya dalam shalatnya. Hijab yang lebih kuat daripada hijab antara langit dan bumi. Maka dalam shalatnya ia sibuk bersama Tuhannya yang telah menjadi penyejuk matanya.

Tingkatan pertama Mu’aqab (disiksa karena kelalaiannya), yang kedua Muhasab (dihisab), yang ketiga Mukaffar ‘Anhu (dihaspus kesalahannya), yang ketiga Mutsab (mendapatkan pahala), dan yang kelima Muqarrab min Rabbihi (yang didekatkan kepada Tuhannya) karena ia mendapatkan bagian dalam hal dijadikannya shalat sebagai penyejuk mata. Barangsiapa yang dijadikan kesenangannya pada shalatnya di dunia ia akan didekatkan kepada Tuhannya di akhirat dan di dunia ia diberi kesenangan. Lalu barangsiapa yang kesenangannya ada pada Allah dijadikan semua orang senang kepadanya dan barangsiapa yang kesenangannya bukan pada Allah ia akan mendapatkan kegelisahan di dunia.

Kita rasanya perlu mengevaluasi dengan jujur , berada pada tingkatan manakah shalat kita? dan tentu saja perlu "berjihad" meningkatkan kualitas shalat kita...

Astagfirullah..ternyata tingkatannya masih rendah padahal dosa-dosa yang tidak terasa terus saja masih kita lakukan...

Selasa, 08 Desember 2009

MEWASPADAI BAHAYA KORUPSI

MEWASPADAI BAHAYA KORUPSI

Dari Adiy bin Amirah Al-Kindi Radhiyallahu ‘anhu berkata : Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”
(Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya : “Ada gerangan?”
Dia menjawab, “Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan diatas, pent)
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh”.

TAKHRIJ HADITS
1). Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam kitab Al-Imarah, bab Tahrim Hadaya Al-Ummal, hadits no. 3415
2). Abu Dawud dalam Sunan-nya dalam kitab Al-Aqdhiyah, bab Fi Hadaya Al-Ummal, hadits no. 3110
3). Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 17264 dan 17270, dari jalur Ismail bin Abu Khalid, dari Qais bin Abu Hazim, dari Sahabat Adiy bin Amirah Al-Kindi Radhiyallahu ‘anhu di atas. Adapun lafadz hadits di atas dibawakan oleh Muslim.

BIOGRAFI SINGKAT ADIY BIN AMIRAH RADHIYALLAHU ‘ANHU
Beliau merupakan sahabat mulia, dengan nama lengkapnya Adiy bin Amirah bin Farwah bin Zurarah bin Al-Arqam, Abu Zurarah Al-Kindu. Beliau hanya sedikit meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah hadits ini.

Beliau wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu. Ada pula yang berpendapat selain itu. [1] Wallahu a’lam bish shawab.

MUFRADAT (KOSA KATA)
Kata ghululan dalam lafadz Muslim, atau ghullan dalam lafadz Abu Dawud, keduanya dengan huruf ghain berharakat dhammah. Ini mengandung beberapa pengertian, di antaranya bermakna belenggu besi, atau berasal dari kata kerja ghalla yang berarti khianat. [2] Ibnul Atsir menerangkan, kata al-ghulul, pada asalnya bermakna khianat dalam urusan harta rampasan perang, atau mencuri sesuatu dari harta rampasan perang sebelum dibagikan. [3]. Kemudian, kata ini digunakan untuk setiap perbuatan khianat dalam suatu urusan secara sembunyi-sembunyi.[4]

Jadi, kata ghulul di atas, secara umum digunakan untuk setiap pengambilan harta oleh seseorang secara khianat, atau tidak dibenarkan dalam tugas yang diamanahkan kepadanya (tanpa seizin pemimpinnya atau orang yang menugaskannya). Dalam bahasa kita sekarang, perbuatan ini disebut korupsi, seperti tersebut dalam hadits yang sedang kita bahas ini.

MAKNA HADITS
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang yang ditugaskan untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil sesuatu dari hasil pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya, meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar tersebut akan menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari Kiamat. Yang dia lakukan ini merupakan khianat (korupsi) terhadap amanah yang diembannya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya nanti pada hari Kiamat.

Ketika kata-kata ancaman tersebut didengar oleh salah seorang dari kaum Anshar, yang orang ini merupakan satu diantara para petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, agar setiap orang yang diberi tugas dengan suatu pekerjaan, hendaknya membawa hasil dari pekerjaannya secara keseluruhan, sedikit maupun banyak kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mengenai pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang diberikan, berarti boleh mereka ambil. Sedangkan yang ditahan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka tidak boleh mengambilnya.

SYARAH HADITS
Hadits di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda

“Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi)” [5]

Asy-Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi). [6]

Dalam hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau tugas yang dimaksud. Ini dumaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya, tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.

HUKUM SYARI’AT TENTANG KORUPSI
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (Al-Qur’an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu ..” [Ali-Imran : 161]

Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.

Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.

Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. [7] Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.

Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu…”

Ibnu Katsir mengatakan, “Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras” [8]

Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara yang batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya.

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 188]

Juga firman-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil..’ [An-Nisa : 29]

Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, diantaranya hadits dari Adiy bin Amirah Radhiyallahu ‘anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu ‘anhu diatas.

PINTU-PINTU KORUPSI
Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita.

Berikut adalah di antara pintu-pintu korupsi.

[1]. Saat pengumpulan harta rampasan perang, sebelum harta tersebut dibagikan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan.

“Ada seorang nabi berperang, lalu ia berkata kepada kaumnya : “Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin menggaulinya, dan ia belum melakukannya ; tidak pula seseorang yang telah membangun rumah, sementara ia belum memasang atapnya ; tidak pula seseorang yang telah membeli kambing atau unta betina yang sedang bunting, sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya”. Lalu nabi itu berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : “Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami”, maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya. Dia (nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya) : “Sesungguhnya di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam). Maka, hendaklah ada satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berba’iat) kepadaku”, kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berba’iat kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata, “Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka hendaklah kabilahmu bersumpah (berba’iat) kepadaku”, kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berba’iat kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata, “Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul”, maka mereka datang membawa emas sebesar kepala sapi, kemudian mereka meletakkannya, lalu datanglah api dan melahapnya. Kemudian Allah menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Allah melihat kelemahan kita” [9]

[2]. Ketika pengumpulan zakat maal (harta).
Seseorang yang diberi tugas mengumpulkan zakat maal oleh seorang pemimpin negeri, jika tidak jujur, sangat mungkin ia mengambil sesuatu dari hasil (zakat maal) yang telah dikumpulkannya, dan tidak menyerahkannya kepada pemimpin yang menugaskannya. Atau dia mengaku yang dia ambil adalah sesuatu yang dihadiahkan kepadanya. Peristiwa semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau memperingatkan dengan keras kepada petugas yang mendapat amanah mengumpulkan zakat maal tersebut dengan mengatakan.

“Tidaklah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak?”

Kemudian pada malam harinya selepas shalat Isya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berceramah (untuk memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Di antara isi penjelasan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan.

“(Maka) Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil (korupsi) sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itupun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara…” [10]

[3]. Hadiah untuk petugas, dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang menugaskannya.
Dalam hal ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.

“Hadiah untuk para petugas adalah ghulul” [11]

[4]. Setiap tugas apapun, terutama yang berurusan dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang perbendaharaan negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang yang berniat buruk untuk melakukan ghulul (korupsi), padahal dia sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam hadits yang telah lalu, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi)’ [12]

BAHAYA PERBUATAN GHULUL (KORUPSI)
Tidaklah Allah melarang sesuatu, melainkan dibalik itu terkandung keburukan dan mudharat (bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan korupsi (ghulul), tidak luput dari keburukan dan mudharat tersebut. Di antaranya.

[1]. Pelaku ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke -161 surat Ali-Imran dan hadits Adiy bin Amirah Radhiyallahu ‘anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid As-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Demi (Allah), yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (hang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itupun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara…” [13]

[2]. Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat.
Dalam hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“ …(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya” [14]

[3]. Orang yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang” [15]

[4]. Allah tidak menerima shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak diterima dari harta ghulul (korupsi)” [16]

[5]. Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali dari yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman, “Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”. Dia (Allah) juga berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu”, kemudian beliau (Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpkaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a) : “Ya Rabb… ya Rabb…” tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?” [17]

Demikian yang kami tuliskan untuk para pembaca seputar masalah korupsi. Mudah-mudahan Allah menyelamatkan kita dari segala keburukan yang lahir maupun tersembunyi. Dan semoga uruaian singkat ini bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
__________
Footnotes
[1]. Lihat Tahdzibul Kamal II/924 –copi manuskrip oleh Penerbit Daarul Ma’mun Lit Turats, Damaskus dan didistribusikan oleh Maktabul Ghuraba, Madinah. Lihat juga Taqributh Tahdzib, urutan no. 4544
[2]. Lisanul Arab, 11/499
[3]. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu tentang kisah seorang nabi (sebelum Nabi Muhamamd Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan umatnya ketika mereka memperoleh rampasan perang. Kemudian di antara mereka ada yang mencuri harta rampasan perang tersebut, hingga Allah mengirimkan api dan melahap semua harta rampasan perang tersebut, dan Allah mengharamkannya untuk umat sebelum umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Muttafaqun alaihi. Al-Bukhari dalam kitab Fardhul Khumus, bab Qaulun Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Uhillat), hadits no. 3124, dan Muslim dalam kitab Al-Jihad was Sair. Bab Tahlili Ghana-im Li Hadzihil Ummati Khashshatan, hadits no. 3287)
[4]. Lihat An-Nihayah Fi Gharibil Hadits, 3/380
[5]. HR Abu Dawud dalam Sunan-nya di kitab Al-Kharaj wal Imarah wal Fa’I, bab Fi Arzaqul Ummal, hadits no. 2943 dan dishahikan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud dan Shahihul Jami’ish Shaghir, no. 6023
[6]. Nailul Authar, 4/233
[7]. Tafsir Ibnu Katsir 1/398
[8]. Ibid
[9]. HR Al-Bukhari dalam kitab Fardhul Khumus, bab Qaulun Nabiyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Uhillat), hadits no. 3124 dan Muslim dalam kitab Al-Jihad was Sair, bab Tahlilil Ghana-im Li Hadzihil Ummati Khashshah, hadits no. 3287
[10]. HR Al-Bukhari dalam kitab Al-Aiman wan Nudzur, bab Kaifa Kaanat Yamiinun Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hadits no. 6636 dan lainnya dengan lafazh yang berdekatan, serta Muslim dalam kitab Al-Imarah, bab Tahrim Hadayat Ummal, hadits no. 3413 dan 3414 denan lafazh yang serupa, dan ada sedikit perbedaan.
[11]. HR Ahmad, no. 23090 dan sihahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil hadits no. 2622
[12]. HR Abu Dawud dalam Sunan-nya di kitab Al-Kharaj wal Imarah wal Fa’I, bab Fi Arzaqul Ummal, hadits no. 2943 dan dishahikan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud dan Shahihul Jami’ish Shaghir, no. 6023
[13]. HR Al-Bukhari dalam kitab Al-Hibab wa Fadhluha wat Tahridhu Alaiha, bab Man Lam Yaqbalil Hadiyata Li Illatin, hadits no. 2597 dan Muslim (dengan lafazh serupa) dalam kitab Al-Imarah, bab Tahrim Hadayal Ummal, hadits no. 3413
[14]. HR Ibnu Majah dalam kitab Al-Jihad, bab Al-Ghulul, hadits no. 2850, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah dan Shahihul Jami’ish Shaghir, no. 7869
[15]. HR Ahmad, no. 21291, At-Tirmidzi no. 1572, An-Nasa-I dan Ibnu Majah
[16]. HR Muslim dalam kitab Thaharah, bab Wujubuth Thaharah Lis Shalati, hadits no. 329, dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh yang lain dari Ibnu Umar dan Usamah bin Umair Al-Hudzali Radhiyallahu ‘anhu
[17]. HR Muslim dalam kitab Az-Zakat, bab Qabulush Shadaqati minal Kasbit Thayyibi wa Tarbiyatuha, hadits no. 1686

Rabu, 02 Desember 2009

Nasihat Al Ghazali

Bissmillahirrohmaanirrohiim
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran". QS. Al-Ashr (103) : 3.

1. Apa yang paling DEKAT dengan diri kita di dunia ?
2. Apa yang paling JAUH dari kita di dunia ?
3. Apa yang paling BESAR di dunia ?
4. Apa yang paling BERAT di dunia ?
5. Apa yang paling RINGAN di dunia ?
6. Apa yang paling TAJAM di dunia ?

Jawabannya:
------------ --------- --------- --------- --------- --------- -
Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al
Ghozali bertanya....

Pertama,
"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab : "orang tua, guru, kawan, dan sahabatnya".
Imam Ghozali menjelaskan semua jawapan itu BENAR.
Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah MATI.
Sebab itu sememangnya janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati (Q.S. Ali Imran [3] : 185 "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan".)

Kedua,
"Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".
Murid -muridnya menjawab : "negara Cina, bulan, matahari dan bintang-bintang" .
Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahawa semua jawaban yang mereka berikan itu adalah BENAR.
Tapi yang paling benar adalah MASA LALU.
Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu.
Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Ketiga,
"Apa yang paling besar di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab : "gunung, bumi dan matahari".
Semua jawaban itu BENAR kata Imam Ghozali.
Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah NAFSU (Q.S. Al-A'Raf [7] : 179 "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai".).
Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Keempat,
"Apa yang paling berat di dunia ini?".
Ada yang menjawab : "besi dan gajah".
Semua jawaban adalah BENAR, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Q.S. Al-Ahzab [9] : 72 "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh",).
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang
amanahnya.

Kelima,
"Apa yang paling ringan di dunia ini?"
Ada yang menjawab : "kapas, angin, debu dan daun-daunan" .
Semua itu BENAR kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. (QS.An-Nisa [4] : 103. "Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman".
Gara-gara pekerjaan, kita meninggalkan sholat; gara-gara bermusyawarat, kita meninggalkan sholat.

Dan pertanyaan keenam adalah,
"Apakah yang paling tajam di dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab dengan serentak : "pedang".
BENAR, kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah LIDAH MANUSIA. QS. Al-Ahzab [33] : 19. "Mereka bakhil terhadapmu apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah".
Karena melalui lidah, ,manusia selalu menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.