Selasa, 07 Agustus 2012

Zakat Tanah dan Bangunan


Hukum Zakat Tanah Investasi Jangka Panjang?

Abdurrochim - dompet dhuafa
Selasa, 31 Juli 2012 03:38 WIB
 4 7
 
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Saya ingin bertanya, apakah tanah sebagai investasi jangka panjang termasuk harta yang wajib dikeluarkan zakatnya? Bagaimanakah cara mengeluarkan zakat tanah yang menjadi sarana investasi jangka panjang?
Widodo di Banten
Jawab:
Wa’alaikumsalamwarahmatullahiwabarakatuh
Para ulama sepakat bahwa hukum asal tanah tidak termasuk harta wajib zakat. Sebab, status asli harta berupa tanah adalah sebagai penunjang kehidupan. Hal ini berdasarkan pada hadits Rasulullah saw, “Tidaklah ada kewajiban zakat bagi orang muslim atas hambasahayanya dan kuda tunggangannya.” (HR Bukhari Muslim).
Mereka menamakan harta tersebut dengan harta untuk qunyah. Di saat yang sama, ulama sepakat juga sepakat bahwa tanah yang dijual belikan, sebagai barang bisnis, menjadi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya setiap tahun bila telah mencapai nishab. Sebab, ketika tanah itu diperjualbelikan maka statusnya telah menjadi barang dagangan (‘urudhuttijarah). Dan ulama sepakat bahwa barangdagangan termasuk harta wajib zakat.
Lantas, bagaimana dengan tanah yang niatnya dijadikan barang investasi jangka panjang; yang pemiliknya menjadikan tanah tersebut sebagai harta simpanan yang akan ia jual beberapa tahun ke depan bila membutuhkan uang?
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa tanah yang diperoleh dengan membeli dan akan dijual pada waktu yang akan datang dengan harapan mendapatkan keuntungan termasuk barang dagangan. Dengan begitu, pemilik tanah itu harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun atas nilai tanah tersebut.
Ulama madzhab Maliki membagi perdagangan dalam dua kategori. Pertama, pegagang al-mudir (setiap waktu menawarkan barang). Untuk kategori ini ia berkewajiban menzakati barang dagangannya setiap tahun. Hal ini berlaku bagi orang-orang yang berbisnis property yang menjual setiap waktu.
Kedua, pedagang al-muhtakir (menyimpan jangka panjang). Pedagang ini tidak menjual barangnya setiap waktu. Akan tetapi, ia berniat menahan hartanya untuk beberapa tahun dan menjualnya setelah ia mendapatkan keuntungan. Untuk kategori kedua ini, ulama malikiah berpendapat ia menzakatinya setelah menjual hartanya itu satu tahun ke belakang. Sedangkan sebagian besar ulama tidak membedakan antara keduanya. Artinya, keduanya wajib mengeluarkan zakat setiap tahun.
Menurut hemat kami, pendapat madzhab Maliki itu cukup kuat. Apabila seseorang membeli tanah untuk investasi jangka panjang berarti tanah itu bukanlah sebagai barang dagangan. Ia telah berniat untuk tidak menjual tanah itu dalam beberapa waktu. Dengan begitu, dalam waktu tersebut status tanah itu adalah tanah qunyah. Ia tidak berkewajiban menzakatinya. Ia baru berkewajiban menzakatinya setelah menjual tanah itu satu kali untuk satu tahun yang berlalu.
Dan perubahan status dari qunyah ke barang dagangan tatkala pemilik tanah investasi itu berniat dan memulai aktifitas menjual tanahnya.Hanya saja, dalam kurun waktu tunggu, tidak selayaknya bila ia membiarkan tanah itu tanpa dimanfaatkan sama sekali. Ia bisa menyewakan tanah itu dan mengeluarkan zakat dari hasil sewanya.
Apabila seseorang memiliki tanah investasi yang cukup luas, namun tidak memanfaatkannya sama sekali berarti ia telah melakukan tabdzir (pemborosan). Sedangkan perbuatan tabdzir merupakan perkara yang terlarang dalam Islam.
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar: