Minggu, 27 Desember 2009

Jendral "Kaji" itu seorang Panglima Perang

Jenderal ‘Kaji’ itu Seorang Panglima Perang
“Kita sandarkan perjuangan kita sekarang ini atas dasar kesucian, kitayakin, bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak akan melalaikan hamba-Nya yangmemperjuangkan sesuatu yang adil berasaskan kesucian bathin. Jangancemas, jangan putus asa, meski kita sekalian menghadapi macam-macamkesukaran dan menderita segala kekurangan, karena itu kita insya Allahakan menang, jika perjuangan kita sungguh berdasarkan kesucian,membela kebenaran dan keadilan. Ingatlah pada firman Tuhan dalamAl-Qur’an surat Ali Imran ayat 138 yang berbunyi: “Walaa tahinu walaatahzanuu, Wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, yang artinya“Janganlah kamu merasa rendah, jangan kamu bersusah hati sedang kamusesungguhnya lebih baik jika kamu mukmin.”
Dengan penuh keyakinan sang Jenderal menyiapkan pasukannya. Kutipanayat-ayat suci itu bukanlah pemanis bibir untuk mendongkrakpopularitas. Kalimat agung itu hanya akan mampu dilahirkan oleh orangyang meyakininya. Pesan Rabbaniyah itu mengiringi seruan mobilisasidalam menghadapi kekuatan Belanda, pada agresi kedua.
Dua jam sebelum pendaratan (Belanda, red), Panglima Besar TNI JenderalSoedirman yang masih berumur 30 tahun, membangunkanku. Setelahmenyampaikan informasi yang diterimanya terlebih dahulu, dia mendesak,“Saya minta dengan sangat, agar Bung Karno turut menyingkir. Rencanasaya hendak meninggalkan kota dan masuk hutan. Ikutlah Bung Karnodengan saya.”
Sambil mengenakan pakaianku cepat-cepat aku berkata:
“Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengananak buahmu. Dan tempatmu bukanlah pelarian bagi saya. Saya harustinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpinrakyat kita semua. Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala BungKarno. Jika Bung Karno tetap tinggal di sini, Belanda mungkin menembaksaya. Dalam kedua hal ini saya menghadapi kematian, tapi jangankuatir. Saya tidak takut. Anak-anak kita menguburkan tentara Belandayang mati. Kita perang dengan cara yang beradab, akan tetapi …”
Soedirman mengepalkan tinjunya: “…Kami akan peringatkan kepadaBelanda, kalau Belanda menyakiti Sukarno, bagi mereka tak ada ampunlagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”
Soedirman melangkah ke luar dan dengan cemas melihat udara. Ia masihbelum melihat tanda-tanda, “Apakah ada instruksi terakhir sebelum sayaberangkat?” tanyanya.
“Ya, jangan adakan pertempuran di jalanan dalam kota. Kita tidakmungkin menang. Akan tetapi pindahkanlah tentaramu ke luar kota,Dirman, dan berjuanglah sampai mati. Saya perintahkan kepadamu untukmenyebarkan tentara ke desa-desa. Isilah seluruh lurah dan bukit.Tempatkan anak buahmu di setiap semak belukar. Ini adalah peranggerilya semesta”.
“Sekali pun kita harus kembali pada cara amputasi tanpa obat bius danmempergunakan daun pisang sebagai perban, namun jangan biarkan duniaberkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas seorangdiplomat. Perlihatkan kepada dunia bahwa kita membeli kemerdekaan itudengan mahal, dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam.Dan jangan ke luar dari lurah dan bukit hingga Presidenmumemerintahkannya. Ingatlah, sekali pun para pemimpin tertangkap, orangyang di bawahnya harus menggantikannya, baik ia militer maupun sipil.Dan Indonesia tidak akan menyerah!”
Itulah dialog yang terekam saat detik-detik agresi militer Belandatanggal 19 Desember 1948, Sukarno menuturkan kepada Cindy Adams dalambiografinya.
Perlu diketahui bahwa pada saat memimpin perang gerilya paru-paru sangJenderal hanya berfungsi sebelah atau hanya satu paru-paru yang bisadijadikan tumpuan dalam setiap tarikan nafas sang Jenderal. Dansebenarnya Presiden Sukarno pada waktu itu menyarankan agar JenderalSoedirman menjalani perawatan saja karena penyakit Jenderal Soedirmanpada waktu itu tergolong parah.
“Yang sakit itu Soedirman…panglima besar tidak pernah sakit….” Itujawaban sang Jenderal. Tidak terbayangkan begitu besarnya semangatperjuangan sang Jenderal dalam melawan musuh dan penyakit yangdideritanya.
Dengan berbekal materi seadanya Sang Jenderal memimpin pasukannyaberperang melawan tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda.Dengan ditandu Jenderal Soedirman keluar masuk hutan, naik dan turungunung memimpin pasukan, meracik strategi perang gerilya. Kurang lebihselama tujuh bulan lamanya dengan rute Yogyakarta sampai Malang. Kisahmenarik terjadi pada waktu Jenderal Soedirman memimpin peperangan danterjadi pengkhianatan dari salah satu anggota pasukannya.
Tentara Belanda menggunakan berbagai cara untuk menjebak danmenangkapnya. Jenderal yang ahli strategi ini adalah target operasiyang paling diburu waktu itu. Setelah Belanda mendapatkan informasidari salah satu penghianat di internal pasukan Jendral Soedirman.Belanda kemudian mengepung keberadaan Jenderal Soedirman.
Menyadari kondisinya dalam keadaan terjepit, Sang Jenderal tidakkehilangan akal. Seluruh anak buahnya diperintahkan memakai sarung danpeci, lalu dibuatlah scenario seolah-olah dalam ruangan itu tengahmengadakan pengajian. Taktik ini digunakan untuk mengelabui Belandayang akan menangkap dirinya.
Pada saat salah seorang pimpinan Belanda memasuki ruangan dan bertanyadi manakah keberadaan Sang Jendral, maka informan Belanda yang turuthadir dalam ruangan itu –selama ini tidak diketahui keberadaanpengkhianat ini– turut serta pula mengikuti taktik Sang Jenderal,berdiri dan menunjuk ke arah Jenderal Soedirman (Pada waktu ituberpura pura menjadi seorang kyai yang memimpin pengajian). Namunkomandan Belanda itu tidak mempercayai kalau yang memimpin pengajianitu adalah Jenderal Soedirman sendiri,. Karena dinilai memberikaninformasi palsu, akhirnya si pengkhianat malah ditembak di tempat olehkomandan Belanda tersebut. Kemudian mereka pergi dengan meninggalkanpersembunyian Sang Jenderal dan anak buahnya. Maka selamatlah JenderalSoedirman dan pasukannya.
Sebuah taktik brillian dan pengambilan keputusan yang tepat dari SangJenderal. Strategi perang gerilyanya terbukti efektif dalam memimpinpasukan melawan penjajah. Banyak kerugian yang diderita pasukanpenjajah dalam taktik gerilya ini. Pertempuran dan perlawanan terjadidi berbagai daerah sehingga memaksa Belanda beserta sekutunya kembalike meja perundingan.
Jenderal Soedirman diminta pulang kembali ke Yogya. ia dengan tegasmenolak perundingan. Beberapa kali utusan Pemerintah dikirim ke Sobo,namun tidak berhasil melunakkan pendiriannya. Akhirnya Pemerintahmeminta jasa baik Kolonel Gatot Subroto, Panglima Divisi II. Hubunganpribadi kedua tokoh ini cukup baik. Jenderal Soedirman sangatmenghargainya sebagai saudara tua.
Akhirnya tanggal 10 Juli 1949 Panglima Besar dan pasukannya kembali keYogya. Di sepanjang jalan, rakyat berjejal-jejal menyambutnya. Merekaingin melihat wajah Panglima Besarnya yang lebih suka memilih gerilyadaripada beristirahat di tempat tidur. Kedatangan Panglima Besardisambut dengan parade militer, di Alun-alun Yogyakarta. Penampilannyayang pertama sesudah bergerilya diliputi suasana haru. Para perwiraTNI yang selama bergerilya terkenal gagah berani, tak urung meneteskanair mata setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan fisikPanglima Besarnya yang pucat dan kurus. Rasa haru dan kagum bercampurmenjadi satu.
Selama bergerilya kesehatan Soedirman menurun, beberapa kali ia jatuhpingsan. Setibanya di Yogyakarta, kesehatan Jenderal Soedirmandiperiksa kembali, ternyata paru-paru yang tinggal sebelah sudahterserang penyakit. Karena itu Panglima Besar Soedirman harusberistirahat di rumah sakit Panti Rapih. Semua perundingan yangmemerlukan kehadiran Soedirman dilakukan di rumah sakit. Rasa tidaksenang terhadap diplomasi yang ditempuh Pemerintah dalam menghadapiBelanda, masih membekas di hati Jenderal Soedirman.
Pada tanggal 1 Agustus 1949, ia menulis surat kepada PresidenSoekarno, berisi permohonan untuk meletakkan jabatan sebagai PanglimaBesar dan mengundurkan diri dari dinas ketentaraan. Namun surattersebut tidak jadi disampaikan, karena akan menimbulkan perpecahan.Isi surat tersebut menjadi amat terkenal karena termuat kata-kata:“Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih tetap utuhtidak berubah-rubah adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia(Tentara Nasional Indonesia).”
Sementara itu kesehatan Panglima Besar semakin memburuk, sehingga iaharus beristirahat di Pesanggrahan Militer, Magelang.
Tanggal 6 Juli 1949, Presiden, Wakil Presiden dan pemimpin Indonesialainnya kembali dari pengasingannya di Sumatera. Di Ibukota Yogyakartamendapat sambutan yang meriah dari masyarakat. Kedatangan parapemimpin RI itu disusul oleh rombongan Pemerintah Darurat RI pimpinanMr. Syafrudin. Kembali juga dari medan gerilya, Panglima BesarSoedirman beserta rombongan tanggal 10 Juli 1949 yang didampingi olehKomandan Daerah Militer Yogya, Letnan Kolonel Soeharto.
Saat-saat kembalinya dari medan gerilya. Panglima Besar JenderalSoedirman ternyata tidak begitu senang dengan rencana kembali keIbukota Yogya saat itu, karena di daerah pertempuran di Jawa danSumatera masih banyak bertahan pasukan-pasukan gerilya TNI. Dansementara berunding itu Belanda masih terus menerus mengadakanpenyerangan (istilah mereka “pembersihan”). Soedirman sebagai PanglimaBesar masih merasa berat hati meninggalkan para prajurit di medangerilya. Di samping itu kecurigaan terhadap kejujuran lawan mengenaiperundingan dan gencatan senjata, sesuai dengan pengalaman Soedirmanselama beberapa tahun bertempur berunding dengan Belanda.
Tetapi karena kepatuhannya yang luar biasa kepada Pimpinan Nasionaldan adanya surat yang dikirimkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IXdan sahabat karibnya Kolonel Gatot Subroto yang disertai penjelasanLetnan Kolonel Soeharto, maka Soedirman akhirnya mau turun ke kota,dimana ia langsung melapor kepada Presiden dan Wakil Presiden dalamsuasana pertemuan yang sangat mengharukan.
Setelah itu Soedirman menerima parade penghormatan dariprajurit-prajurit TNI pimpinan Letnan Kolonel Soeharto di Alun-alunLor Yogya. Surat Kolonel Gatot Subroto kepada Pak Dirman sangatsederhana bunyinya namun cukup menggugah perasaan. Pak Gatot yangkenal betul dengan Soedirman beserta semua sifatnya menulis antaralain:
”Tidak asing lagi soya, tentu soya juga mempunyai pendirian begitu.Semua-semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia kitadiharuskan ikhtiar. Begitu juga dengan adikku (Soedirman-peny), karenakesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-sungguh janganmenggalih (memikirkan-peny) apa-apa. Coat alles waaien. lni supayajangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipunbuah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kitamerasa gembira dan mengucapkan terima kasih kepada yang Maha Kuasa.lni kali soya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati “.
Soedirman adalah sosok pejuang kemerdekaan yang mengobarkan semangatjihad, perlawanan terhadap kezhaliman, membekali dirinya denganpemahaman dan pengetahuan agama yang dalam, sebelum terjun dalam duniamiliter untuk seterusnya aktif dalam aksi-aksi perlawanan dalammempertahankan kemerdekaan negeri. Mengawali karir militernya sebagaiseorang da’i muda yang giat berdakwah di era 1936-1942 di daerahCilacap dan Banyumas. Hingga pada masa itu Soedirman adalah muballighmasyhur yang dicintai masyarakat.
Sang Jenderal Yang Mengagumkan!Tanggal 24 Januari 1916 Soedirman dilahirkan. Ayahnya mandor tebu padasebuah pabrik gula di Purwokerto, daerah Karesidenan Banyumas. Sejakbayi, Soedirman diangkat anak oleh Camat Rembang, Raden Tjokrosunaryo.Soedirman sejak kecil ia sudah biasa menghadiri berbagai pengajianyang digelar desanya. Ketika masih kanak-kanak, selepas Maghrib,bersama anak-anak lainnya Soedirman dengan membawa obor pergi ke surauuntuk mengaji. Ketika bersekolah di sebuah lembaga pendidikan milikMuhammadiyah, Perguruan Wiworo Tomo, Soedirman aktif dalam gerakankepanduan Hizbul Wathan. Soedirman bersekolah di lembaga pendidikanyang dianggap liar oleh pemerintahan kolonial Belanda sampai dengantahun 1934.
Di lembaga pendidikan ini, ada tiga orang guru yang sangatmempengaruhi pembentukan karakter seorang Soedirman, yakni RadenSumoyo; Raden Mohammad Kholil, dan Tirtosupono. Yang pertama memilikipandangan nasionalis-sekuler. Yang kedua, Raden Moharnad Kholil,memiliki pandangan nasionalis-Islamis. Sedangkan yang ketiga,merupakan lulusan dari Akademi Militer Breda di Belanda. Kendatiberbeda-beda persepsi, namun ketiga guru Soedirman tersebut sama-samamengambil sikap non koperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda.Dari ketiganya, karakter Soedirman terbentuk: Islamisme, Nasionalisme,dan militansi militer. Bahkan dalam soal agama, Soedirman dianggapagak fanatik. Hal ini menyebabkan ia sering dipanggil dengan namapanggilan “Kaji” ( Si Haji) oleh kawan-kawannya.
Soedirman mengawali karir sebagai guru agama. Dia juga seringberkeliling untuk mengisi ceramah dan pengajian di berbagai tempat,dari Cilacap hingga Banyumas. Walau sibuk, namun Soedirman tetap aktifdi organisasi Pemuda Muhammadiyah, hingga dipercaya menjabat WakilKetua Pemuda Muhammadiyah di Karesidenan Banyumas.
Karir militer diawali saat pemboman Cilacap oleh Jepang pada 4 Maret1942. Ketika PETA dibentuk, Soedirman bergabung ke dalamnya. Diamenjadi Daidanco di daerah Banyumas yang dikenal berani membela anakbuahnya dari kesewenang-wenangan Jepang. Soedirman pun mengumpulkanpasukannya sendiri dan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Jepangtanpa pertumpahan darah. Dari pasukannya, Soedirman membentuk TKR(Tentara Keamanan Rakyat) sebagai cikal bakal TNI sekarang pada 5Oktober 1945. Soedirman memimpin Resimen I/Divisi I TKR yang meliputiKaresidenan Banyumas. Persenjataan pasukannya sangat lengkapdisebabkan ia berhasil merebut gudang senjata Jepang. Oleh Kastaf MBUTKR, Letnan Jenderal Urip Sumoharjo, Soedirman diangkat menjadiKomandan Divisi V Daerah Banyumas.
Tak lama setelah menjabat, Soedirman ditugaskan memukul mundur pasukanpemenang Perang Dunia II, Inggris dan NICA, dari Banyubiru, Ambarawa,dimana terdapat orang Amerika yang ditawan Jepang. Menurutperjanjiannya, Inggris hanya mendaratkan pasukannya di Semarang. NamunInggris ingkar dan menusuk hingga Ambarawa. Terjadilah pertempuranlaskar santri yang dipimpin para kiai dari berbagai pesantren di JawaTengah, Soedirman berhasil memukul mundur pasukan Inggris / NICAhingga Semarang. Hal inilah yang kemudian Soedirman diangkat menjadiPanglima TKR.
Sebagai seorang Ustadz yang terpanggil untuk berjuang membebaskan danmempertahankan kemerdekaan negerinya, jenderal Soedirman meyakini jikaperjuangan ini merupakan jihad fi sabilillah, melawan kaum kafir.Sebab itu, dalam situasi yang paling genting sekalipun, Soedirmantetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Selain ibadahwajib, seperti sholat lima waktu, Soedirman juga sering menunaikanQiyamul-lail dan puasa sunnah.Jenderal Soedirman selalu menjaga ibadah-ibadahnya. Bahkan dalamkeadaan yang sangat berbahaya bagi jiwanya. Dalam gerilya di selatanYogya dalam perang kemerdekaan, Soedirman yang dalam kondisi sakitselalu menjaga sholatnya juga sholat malamnya. Bahkan tak jarang diajuga berpuasa Senin-Kamis. Di setiap kampung yang disinggahinya, diaselalu mendirikan pengajian dan memberikan ceramah keagamaan kepadapasukannya.
Kabar keshalihan Soedirman ini sampai ke seluruh penjuru Nusantara.Sebab itu, para pejuang Aceh yang juga meyakini jika perangkemerdekaan merupakan jihad Fisabilillah, begitu mendengar panglimanyayang shalih ini sakit, mereka segera mengirim bantuan berupa 40 botolobat suntik streptomisin guna mengobati penyakit paru-paru beliau.
Penyakit TBC yang diderita, tidak menyurutkan langkah perjuangannya.Sampai akhir usianya, 38 tahun, Panglima Besar Jenderal Soedirman yangdicintai rakyat menghadap Sang Khalik tanggal 29 Januari 1950, tepathari Ahad. Bangsa ini mencatat satu lagi pejuang umat, yang lahir dariumat dan selalu berjalan seiring untuk kepentingan umat.
Sebuah perjuangan yang penuh dengan kateladanan, baik untuk menjadipelajaran dan contoh bagi kita semua, anak bangsa. Perjalanan panjangseorang da’i pejuang yang tidak lagi memikirkan tentang dirinyamelainkan berbuat dan berkata hanya untuk rakyat serta bangsatercinta. Dirgahayu Negeriku! [Aidil Heryana, S.Sosi]

***************
Saya sangat terharu membaca cerita ini, dengan keterbatasan phisiknya beliau keluar masuk hutan memimpin gerilya, dalam keadaan dan medan yang berat beliau tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu sholat lima waktu bahkan ibadah puasa sunnah dan qiyammul lail konsisten dilakukan....benar-benar mujahid sejati...
Ust. Abdul Manan dari hidayatullah pernah menyampaikan bahwa untuk menjadi dai/mujahid yang teguh dan istiqomah salah satu syaratnya adalah rutin melaksanakan Qiyamul Lail...dalam keadaan apapun..
Saya teringat kembali pada tokoh tokoh mujahin yang ada di Palestina: Abdulla Azzam dan di Afganistan : Mullah Omar Muhammad Pemimpin Taliban...dengan keterbatasan pisiknya mereka terus melawan kaum kafir dan sangat di hormati oleh pengikut/prajurit/santrinya..

Subhanallah!!!!

Kalau melihat mereka ...terasa diri ini tidak apa-apanya..jauh sekali dari gambaran seorang muslim yang baik...
Jangankan berjuang...sholat shubuh berjamaah di mesjid saja kadang tidak istiqomah..hari ini di mesjid..besoknya terlambat..astagfirullahaladzim...Ya..Allah hindarkan diriku ini dari sifat malas...
Qiyamullail dilakukan terakhir dua bulan yang lalu itupun dilakukan setelah hampir setahun lebih tidak qiyamullail...Ya Allah jauhkan aku dari godaan syetan yang terkutuk..kuatkan diriku untuk bisa melaksanakan semua perintahMu...
Puasa sunnah? kadang dikerjakan ..kadang tidak...yang parah rasa malas saja atau niat yang kurang saja yang menjadi alasan...hhhhhh...

Tidak ada komentar: