Senin, 24 Januari 2011

PESANTREN HIDAYATULLAH MENTAWAI

Disela-sela nganggur di kantor ,"browsing" nyari informasi tentang hidayatullah di mentawai...subhanallah...masih jauh "level" iman dan takwa saya dari para ustadz ini..mereka dalam usia mudanya (22-30 thn) langsung di tugaskan ke daerah-daerah terpencil...
Dakwah di daerah terpencil banyak sekali tantangannya...dakwah di kota besarpun bukan berarti sederhana....untuk membangkitkan kesadaran berzakat saja..perlu kesabaran...


Pesantren Hidayatullah Mentawai
Ragam & Muhibah - Muhibah

Saturday, 04 June 2005 05:18

Pelita di Tengah Kesunyian, Masjid itu terbilang megah. Suasananya pun semarak. Saban hari terdengar suara merdu puluhan anak yang mengaji, ceramah, dan shalat berjamaah. Tiap sepertiga malam terakhir, masjid itu diramaikan oleh jamaah yang khusyuk mendirikan shalat lail (malam). Seringkali shalat sunnah ini dilaksanakan secara berjamaah, sebagai sarana pembelajaran terutama bagi anak-anak.

Padahal, masjid itu terletak di kawasan terpencil. Tepatnya di Pesantren Hidayatullah di Desa Sipora Jaya, Kecamatan Sipora, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. Lokasi ini berada di Samudera Indonesia, sekitar 90 mil di sebelah barat Pulau Sumatera. Pesantren Hidayatullah menempati areal seluas 11 hektare. Selain masjid, ada beberapa bangunan asrama santri, sekolah, gudang, dan rumah para ustadz. Ini adalah satu-satunya pesantren di Kabupaten Mentawai.

Pesantren Hidayatullah Mentawai baru berdiri pada tahun 1996. Perintisnya bernama Ustadz Afifuddin Bakri. Saat ini, Bakri ditugaskan oleh ormas untuk memimpin Pesantren Hidayatullah Dumai, Riau. Sungguh bukan pekerjaan mudah merintis pesantren di kawasan terpencil dan mayoritas penduduknya non-Muslim seperti Mentawai. Perlu bekal "nyali" yang tinggi. Ganasnya alam akan langsung membentang di depan mata.


Untuk menuju ke kompleks pesantren, dari Pelabuhan Teluk Bayur (Padang) harus naik kapal kayu dan makan waktu sekitar 10 jam. Perjalanan yang sangat melelahkan. Penumpang kapal akan diombang-ambingkan ombak samudera yang bergulung-gulung bak tsunami. Bagi yang tak terbiasa, akan terasa sulit untuk berdiri di atas kapal, saking kerasnya goncangan. Perut pun akan terasa mual dan kemudian muntah-muntah. Setelah sampai di Pelabuhan Tuapejat, Sipora, perjalanan masih harus dilanjutkan dengan menempuh jarak 9 kilometer. Sampai dua tahun lalu, jalan sepanjang itu hanyalah jalan tanah. Sejak Mentawai diresmikan menjadi kabupaten dua tahun lalu, jalan itu sudah diperkeras dengan batu.
'c2~
Lokasi yang terpencil kadangkali menyulitkan para ustadz dalam memenuhi kebutuhan hidup santri. Dalam hal logistik, misalnya, selama ini banyak dipasok dari Padang. "Kami tak mungkin mencari donatur di sekitar pesantren, sebab warga di sini justru harus lebih banyak disantuni," kata Ustadz Mustaqim Dalang, Pimpinan Pesantren Hidayatullah Mentawai.
'c2~
Tiap tanggal 1-10, Mustaqim biasanya berkelana di Padang mencari dana untuk kebutuhan santri. Pesantren Hidayatullah punya sekretariat di daerah Nanggalo, Padang. Dua puluh hari berikutnya, barulah ia bisa intensif mendampingi para santri belajar mengaji, ceramah, sampai bercocok tanam. Tak jarang, Mustaqim dilanda kepanikan. Saat cuaca buruk atau kapal sedang diperbaiki, lalu lintas Padang-Mentawai menjadi tersendat. Kalau sudah begini, ia akan kesulitan menyapa binaannya di pesantren dan sekitarnya, atau malah terkurung di Mentawai dan terancam kelaparan.
'c2~
Pesantren yang dipimpinnya pernah kehabisan stok beras selama setengah bulan. Para santri terpaksa makan singkong dan pisang yang bertumbuhan di areal pesantren. Problem sosial kemasyarakatan juga menjadi tantangan tersendiri. Mayoritas warganya beragama non-Muslim. Beruntung Pesantren Hidayatullah dipimpin oleh Mustaqim, pria asal Flores yang penampilannya khas Indonesia timur: kulit hitam dan rambut keriting. Langkah dakwahnya menjadi relatif mudah. "Pada awalnya, para misionaris mengira saya juga seperti mereka," ujar Mustaqim sambil tertawa. Pernah suatu ketika ia berjumpa seorang misionaris di kapal. "Bapak pelayan Tuhan juga ya?" tanya dia. Mustaqim mengangguk mantap, "Iya." Hatinya tertawa kecil.
'c2~
Mustaqim adalah alumnus Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan. Sejak tahun 1997, ia ditugaskan ke Mentawai. Pasalnya, ayah tiga anak ini dikenal ahli menangani anak-anak "bermasalah". Maklum, anak-anak terasing seperti di Mentawai memang terbiasa hidup bebas, tanpa aturan dan pranata sosial yang baku. Perlu keahlian khusus untuk membinanya.
'c2~
Namun Mustaqim sering terhibur dengan tingkah polah santrinya yang polos. Pernah suatu ketika anak-anak diajak wisata ke Padang. Ketika melihat deretan mobil yang parkir di sebuah mal, spontan anak-anak nyeletuk, "Orang jual mobil kok banyak amat ya!" Lain waktu, ada santri yang diajak mengambil uang di ATM. Si santri langsung cerita ke teman-temannya, "Eh, Ustadz punya kertas ajaib lho! Dimasukkan ke kotak langsung berubah jadi uang!"
'c2~
Saat ini Pesantren Hidayatullah membina 50 santri asli Mentawai. Sebagian besar merupakan anak yatim dan dhuafa. Mereka rata-rata berusia SD-SMP. Setelah lulus, biasanya akan dibawa ke Padang atau kota lain. "Hidayatullah bekerjasama dengan beberapa lembaga sosial dan pendidikan, agar mereka bisa terus melanjutkan sekolah. Harus begitu, sebab mereka adalah anak-anak tak mampu," kata Mustaqim yang kini menjabat Ketua MUI Kabupaten Mentawai.
'c2~
Pekik Takbir di Sela Gempa
'c2~
Tanggal 10 April 2005 lalu, Kepulauan Mentawai diguncang gempa hebat. Menurut para ahli, ini merupakan rangkaian dari gempa yang sebelumnya mengguncang Aceh dan Nias. Musibah besar di Aceh rupanya cukup menciutkan nyali warga Sipora. Mereka panik luar biasa, terutama yang tinggal di kawasan pantai. Terbayang sudah, tsunami akan segera menggulung perkampungan mereka.
'c2~
Warga berlarian ke tempat-tempat yang tinggi, termasuk menuju ke masjid Pesantren Hidayatullah. Jumlahnya ratusan orang. Pesantren ini memang terletak di bagian yang paling tinggi di pulau Sipora sehingga menjadi tujuan utama para pengungsi. Sebagian besar pengungsi adalah warga non-Muslim. Meski demikian, segenap penghuni pesantren menerima kedatangannya dengan tangan terbuka. Para santri menyambutnya dengan ramah, menyediakan tikar dan karpet yang dibentangkan sampai halaman masjid. Bagi yang tidak kebagian, dapat jatah hamparan karung goni dan pelepah pisang.
'c2~
Gempa susulan berulang kali terjadi. Mustaqim segera memberi komando agar para santri memekikkan takbir. Pengungsi yang beragama Islam pun menyambutnya dengan pekikan serupa. Tiba-tiba ada seorang pengungsi non-Muslim yang mendatangi Mustaqim. Raut mukanya tampak cemas. "Bapa, kami harus baca apa? Tolong selamatkan kami pula," katanya.
'c2~
Kening Mustaqim berkerut, agak merasa kerepotan untuk menjawabnya. Dalam situasi yang hiruk pikuk itu, ia spontan berujar, "Ikuti saja apa yang dikatakan para santri." Jadilah, tiap ada getaran gempa, di kompleks Pesantren Hidayatullah Mentawai saat itu akan langsung terdengar pekik takbir bersahut-sahutan. Kalimat suci itu meluncur dari bibir para pengungsi, baik Muslim maupun non-Muslim. Allahu akbar

Berjuang di Tengah Generasi Mentawai
Kiprah Alumni STAIL di Tengah Kesunyian. Satu tahun sudah, Ust. Abdul Jalal (Alumni 2008) mengemban tugas dakwah. Dalam keseharian yang bersahaja, Ust. Jalal biasa dipanggil demikian, berada di tengah hiruk pikuk santri. Saban hari dalam bimbingannya terdengar suara merdu puluhan anak yang mengaji, berdzikir dan shalat berjamaah. Tiap sepertiga malam terakhir, bersama santri-santrinya dengan khusyuk mendirikan shalat lail (malam). Seringkali shalat sunnah ini dilaksanakan secara berjamaah, sebagai sarana pembelajaran terutama bagi santri-santrinya

Tidak terlihat garis kecemasan dari raut wajahnya, padahal, Pesantren Hidayatullah Mentawai ini terletak di kawasan terpencil. Tepatnya di Desa Sipora Jaya, Kecamatan Sipora, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. Lokasi ini berada di sebuah kepulauan di Samudera Indonesia, sekitar 90 mil di sebelah barat Pulau Sumatera dan kira-kira 12 jam perjalanan dari Kota Padang. Pesantren Hidayatullah menempati areal seluas 11 hektare. Selain masjid, ada beberapa bangunan asrama santri, sekolah, gudang, dan rumah Asatidz. Ini adalah satu-satunya pesantren di Kabupaten Mentawai.

Pesantren Hidayatullah Mentawai baru berdiri pada tahun 1996. Perintisnya bernama Ustadz Afifuddin Bakri. Saat itu, Ust. Bakri ditugaskan oleh Pimpinan Umum untuk merintis pesantren di kawasan terpencil dan mayoritas penduduknya non-Muslim. Saat ini Pesantren ini dipimpin oleh Ust. Mustaqim Dalang yang juga Ketua DPW Sumatera Barat. Dan Ust. Jalaluddin mengikuti jejak seniornya merintis dakwah di Mentawai. Perlu bekal "nyali" yang tinggi untuk menerima amanh mulia ini. Ganasnya alam akan langsung membentang di depan mata.

Untuk menuju ke kompleks pesantren, dari Pelabuhan Teluk Bayur (Padang) harus naik kapal kayu dan makan waktu sekitar 10 jam. Perjalanan yang sangat melelahkan. Penumpang kapal akan diombang-ambingkan ombak samudera yang bergulung-gulung bak tsunami. Bagi yang tak terbiasa, akan terasa sulit untuk berdiri di atas kapal, saking kerasnya goncangan. Perut pun akan terasa mua dan kemudian muntah-muntah. Setelah sampai di Pelabuhan Tuapejat, Sipora, perjalanan masih harus dilanjutkan dengan menempuh jarak 9 kilometer. Sampai dua tahun lalu, jalan sepanjang itu hanyalah jalan tanah. Sejak Mentawai diresmikan menjadi abupaten dua tahun lalu, jalan itu sudah diperkeras dengan batu.

Sejak tahun 2003, alhamdulillah, telah berdiri Madrasah Aliyah (MA) Mardhatillah. Sekolah ini telah mendapat pengakuan masyarakat dan sejumlah guru mengabdikan ilmunya di sekolah ini. 3 orang tenaga guru dari Pesantren Hidayatullah, dan 20 orang lainnya --sebagaian besar PNS--. Saat ini Ust. Jalal diamanahi sebagai da'i, guru dan pengasuh dengan jumlah anak binaan 30 santri asli Mentawai. Sedangkan 30 santriwati berada dalam binaan para Ibu pengasuh di bagian lain.

Demikian hebat tantangan yang dihadapi dalam membina kader daerah asli. Tidak sedikit hambatan yang dihadapi, baik jauhnya jarak ke kota untuk memnuhi kebutuhan santri, maupun minimnya sumber daya insani. Namun itu semua tidak menyurutkan semangat untuk terus berjuang, hingga Allah membukakan jalan pengetahuan kepada santri-santrinya.

Selamat berjuang Ust. Jalal, semoga pengabdian Anda melahirkan generasi unggul.[ear]

Nama : Abdul Jalal
Umur : 22 Tahun
Alumnus : Tahun 2008
Tempat Tugas : Kepulauan Mentawai

Tidak ada komentar: